Ket. Foto : Bal press berisi sepatu bekas import branded diduga Ilegal di perumahan RM blok N/02
IntenNews.com | Medan, Maraknya peredaran sepatu bekas import branded belakangan ini semakin terang - terangan, baik secara online dan offline. Bisnis jual beli sepatu bekas import branded ini seakan tidak memperdulikan aturan dan undang - undang yang berlaku di negara ini. Menerima informasi dari masyarakat, Awak media intennews.com melakukan penelusuran, Jumat (04/07/2025) siang.
Sesuai informasi yang diterima media, Disalah satu komplek perumahan yang ada di Kel. Terjun Kec. Medan Marelan diduga ada jual beli sepatu bekas import yang berasal dari Singapura dan Malaysia.
Awak media menuju perumahan RM di Lingk. XIV Kel. Terjun yang berada dipinggir sungai Bederak. Setelah bertanya dengan scurity perumahan RM dimana alamat rumah Blok N/02. Awak media bertemu penghuni rumah yang inisial SRN (40).
SRN ketika dikonfirmasi mengatakan, Jual beli sepatu bekas ini memang usaha miliknya. Sudah dijalaninya setahun belakangan ini. Dijual masih dengan sistem online karena belum punya toko.
“ Barang masuk dari Dumai bang. Per bal nya seharga 13 juta sdh sama dengan cukai masuknya bang. Kita urusannya dengan Bea Cukai disana bang, bukan di Belawan,” ucap SRN.
Awak media juga mendapat informasi kalau barang dikirim kerumah SRN mengunakan jasa perusahan ekspedisi pengangkutan.
Penjualan sepatu bekas impor ilegal dilarang di Indonesia. Larangan ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022, yang merupakan perubahan dari Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Alasan Larangan: 1.Perlindungan Industri Dalam Negeri: Barang bekas impor seringkali dijual dengan harga yang lebih rendah, sehingga dapat merugikan industri alas kaki dalam negeri.
2. Kesehatan: Barang bekas impor tidak diketahui riwayat kebersihannya, sehingga berpotensi menjadi penyebar virus dan penyakit.
Sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar aturan ini dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp5 miliar, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. (Bersambung)
(Riadi)