|

Wak Datuk Buyung Panjang Seniman Tari Labuhanbatu Yang Dilupakan

Foto: Alm. H. Datuk Filyansyah (Buyung Panjang)
IntenNews.com | Labuhanbatu -
Alm. H. Datuk Filyansyah, atau yang lebih akrab disapa Buyung Panjang, merupakan salah satu tokoh budaya yang memberikan kontribusi besar bagi pengembangan seni tari di Labuhanbatu, Sumatera Utara. Beliau dikenal bukan hanya sebagai pelatih tari, namun juga sebagai penata gerak yang berjiwa luhur dan penuh pengabdian. Namun nama dan perannya sebagai Seniman Tari kerap kali dilupakan oleh pemerintah Kabupaten Labuhanbatu di abad 21 ini.

Riwayat Hidup Singkat

H. Datuk Filyansyah lahir di Labuhan Bilik, pada 12 April 1949, dari pasangan Alm. Datuk Syahdan dan Almh. Wan Annisa. Beliau tumbuh dalam lingkungan yang kental dengan nilai-nilai keislaman dan budaya Melayu, yang kelak membentuk karakter serta pandangan hidupnya terhadap seni dan kehidupan.

Beliau menikah dengan Almh. Hj. Suryati Harahap, dan dari pernikahan tersebut dikaruniai empat orang anak, yaitu:

• Nurhaszianty Putri,

• Datuk Hendra Cipta,

• Datuk Hendrika, dan

• Datuk Ahmad Ridha Hamdani.

Dari keempat anak tersebut, beliau memiliki dua belas orang cucu yang menjadi penerus doa dan kebanggaan keluarga besar.

Pengabdian dan Kiprah Seni

Sejak tahun 1982 hingga 2000, H. Datuk Filyansyah mengabdikan dirinya dua dekade sebagai pelatih tari dan penata gerak di Sanggar Idaman Labuhanbatu. Dalam rentang waktu tersebut, beliau banyak melahirkan karya-karya tari yang sarat makna budaya luhur dan nilai kemanusiaan.

Salah satu karya besarnya adalah tari “Pilandok Takial Kial”, sebuah tarian khas daerah Labuhanbatu yang menjadi ikon kesenian Melayu di Sumatera Utara. Karya yang paling melekat dengan namanya adalah Tari Pilandok Takial Kial. 

Sebagai penata gerak (koreografer), beliau mengekspresikan filosofi kehidupan melalui gerak yang menggambarkan kelincahan, kebijaksanaan, dan keikhlasan. Tarian ini terinspirasi dari cerita rakyat Melayu tentang seekor kancil (pilandok) yang cerdik dan rendah hati. Gerak khas “Takial Kial” – berjalan terpincang dan terhuyung – melambangkan perjalanan hidup manusia yang penuh ujian, namun tetap diiringi dengan semangat, empati, dan keikhlasan. 

Melalui karya ini, beliau meninggalkan warisan budaya yang tak ternilai bagi masyarakat Labuhanbatu. Berkat tarian beliau ini Labuhanbatu menjadi daerah yang lebih dikenal dan kini gerak tarian khas tersebut hanya diwariskan pada Putrinya semata wayang Nurhaszianty Putri yang sejak dibangku Sekolah Dasar sudah dikuasainya, ditarikan dan pada tahun 2018 kembali ditarikan anak-anak sanggarnya yakni sanggar "Pulau Putri" di acara kenduri melayu di gedung nasional dan di istana Maimun tahun 2019 dalam acara Festival Budaya Melayu Sumatera Utara.

Pengabdian di Pemerintahan

Selain berkiprah di bidang seni, H. Datuk Filyansyah juga mengabdi dalam dunia pemerintahan mulai awal karirnya sebagai Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pasar, lalu menjabat sebagai Kepala Kelurahan di Kabupaten Labuhanbatu dari tahun 1987 hingga 2004. 

Dalam menjalankan tugasnya, beliau dikenal tegas, bijak, dan dekat dengan masyarakat. Prinsip kepemimpinan beliau mencerminkan nilai budaya Melayu: melayani dengan ketulusan dan memimpin dengan hati. Hingga pada puncaknya tahun 1994 beliau dinobatkan sebagai Lurah Terbaik se-Kabupaten Labuhanbatu (sekarang Labuhanbatu, Labuhanbatu Utara dan Labuhanbatu Selatan). Diberangkatkan ke Bali, pada masa itu Bupati Ali Nafiah.

Meskipun karya beliau, Tari Pilandok Takial Kial, telah menjadi identitas budaya Labuhanbatu dan pernah mewakili daerah dalam berbagai pertunjukan, perhatian pemerintah terhadap eksistensi dan kesejahteraan beliau relatif minim.

Tidak terdapat penghargaan atau bentuk dukungan finansial yang signifikan selama masa aktif beliau berkarya maupun setelah wafatnya pada 17 Desember 2024. Minimnya perhatian ini memperlihatkan lemahnya kebijakan kultural daerah yang seharusnya memayungi pelaku seni tradisi. Sebagai penata tari, Datok Buyung Panjang berperan besar dalam mentransformasikan nilai-nilai lokal, seperti kecerdikan, empati, dan keikhlasan ke dalam bahasa gerak nan artistik. 

Namun demikian, nama dan karya beliau tetap hidup dalam setiap langkah para penerus seni tari Melayu di tanah Labuhanbatu. Tari Pilandok Takial Kial akan selalu menjadi simbol kebijaksanaan, kecerdikan, dan keikhlasan sebagaimana nilai-nilai yang beliau wariskan semasa hidupnya. 

Penutup 

Melalui perjalanan hidup dan pengabdiannya, Alm. H. Datuk Filyansyah (Buyung Panjang) telah menunjukkan bahwa seni bukan sekadar gerak, tetapi juga cara untuk memahami kehidupan dan menebar nilai kemanusiaan. Warisan beliau bukan hanya karya tari, melainkan juga semangat untuk terus berkarya, berbuat baik, dan berbagi ilmu kepada sesama. 

Semoga Allah SWT menerima segala amal ibadahnya dan menempatkannya di tempat terbaik disisi-Nya.

Al-Fatihah.


Redaksi

Komentar

Berita Terkini