IntenNews.com | Labuhanbatu, Bersatu, Berdaulat Sejahtera, Indonesia Maju adalah Tema peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 2025. Sebuah moment tahunan bukan hanya untuk sekedar menghargai jasa-jasa para pahlawan tetapi seharusnya jugalah sebagai perenungan peringatan sakral dibawah tiang bendera yang berkibar. "Bagaimana mengisi dan meneruskan Kemerdekaan"
Namun di gedung Dewan peringatan HUT Kemerdekaan bukanlah sebuah arena upacara kenegaraan, tetapi juga panggung hiburan kecil jauh dari kata kerdil karena setelah prosesi resmi.
Sejumlah anggota DPR, diiringi musik riang, ikut bergoyang. Bagi mereka yang sudah memiliki kehormatan, itu hanyalah ekspresi ringan dalam suasana hari jadi Republik.
Namun, bagi rakyat yang kerdil termarjinalkan pemandangan itu mempunyai penafsiran logika sendiri. Jogetan itu jogetan kenaikan gaji, jogetan itu jogetan penambahan tunjangan. Sehingga sehingga memicu pemantik dalam sekam yang puncaknya tanggal 25 Agustus 2025 demonstrasi yang disertai kerusuhan terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
Seakan menjadi kado ke- 80 Indonesia Merdeka di Kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Dipastikan karena aksi demonstrasi tersebut bukan hanya pemerintah yang mengalami kerugian, masyarakat umum bahkan para pengunjuk rasa telah pun mengalami duka yang mendalam. Lantas siapa yang harus bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi karena aksi demonstrasi ini.
Sigondrong Dalam Diam, seorang seniman, pelukis, penyair yang juga dikenal sebagai pengkritik berpendapat, bahwa yang bertanggung jawab terhadap semua kerugian yang terjadi dikarenakan aksi demonstrasi per tanggal 25 Agustus 2005 sampai dengan selesai adalah Ketua - Ketua Umum partai politik yang kadernya ada di DPR Ri. Totalnya 1 580 kursi tanpa melihat fraksi Pemerintah atau Oposisi. Seperti: PDI-P (128), Golkar (85), Gerindra (78), NasDem (59), PKB (58), Demokrat (54), PAN (44), PPP (19) dan PKS (50).
Mengapa Ketua - Ketua Umum partai politik yang harus bertanggung jawab. Karena Ketua - Ketua Umum telah gagal mendidik kader - kadernya yang duduk di kursi DPR RI sebagai pejuang partai yang memperjuangkan kepentingan rakyat.
Namun sebaliknya Ketua - Ketua Umum partai telah berhasil mendidik kader - kadernya untuk menjadi pengemis lebih parah lagi menjadi perampok. Seperti dengan menyetujui kenaikan gaji plus segala tunjangan dan tidak menepati janji kepada rakyat.
Bukannya membuat program - program yang mensejahterakan rakyat, ironisnya malah masuk kantong sendiri sampai tidak kunjung disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dan Undang-undang Hukuman Mati Pelaku Korupsi,.Sehingga DPR RI itu bukan lagi dari Rakyat kembali ke Rakyat. Melain dari kader ke partai masing - masing.
Penulis : Si gondrong Dalam Diam